top of page
Cari
  • Gambar penulisBRANI

Mengenal Ekspresi Gender

“Aku ngga suka! Basically, karena kalau pakai baju pink, cowok tuh jadi kurang ‘laki’. Kecuali mungkin pake jas, ya.”


- M, Perempuan, 29 tahun, Jakarta.


“Gak masalah! Kalau cowok pakai baju pink, aku malah ngeliatnya dia lebih open minded. Kalau ganteng ya ganteng aja, bajunya ga ngaruh.”


- J, Perempuan, 27 tahun, Jakarta.


Dua jawaban diatas merupakan perwakilan dari berbagai macam jawaban yang tim BRANI tanyakan ke beberapa orang di Jakarta tentang “Bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki memakai baju warna pink?”. Sebenarnya, pertanyaan tersebut tidak hanya terkait preferensi seseorang tentang warna pakaian, tetapi juga berkaitan dengan apa yang orang-orang pahami terkait ekspresi gender.


Mayoritas orang tua, sejak dulu, memilih warna pink untuk baju, warna cat kamar, sepatu, mainan, hingga sprei untuk anak perempuannya. Sedangkan untuk anak laki-laki, mereka akan dipilihkan warna yang menurut mereka lebih maskulin seperti warna biru. Hal ini menjadi sebuah konstruksi sosial bahwa warna pink menjadi warna yang tabu untuk dikenakan oleh para pria. Maka, ketika melihat pria berbaju pink, tak jarang bermunculan pendapat yang mengatakan bahwa laki-laki itu terlihat tidak maskulin, atau malah diidentikan dengan gay. Padahal, ekspresi gender seseorang itu bisa sama sekali tidak berhubungan dengan identitas gendernya atau juga dengan orientasi seksualnya, lho!


Apa itu ekspresi gender?


Ingat, ekspresi gender dan identitas gender itu berbeda. Kalau identitas gender mengacu pada pemahaman dan pengalaman seseorang tentang gender mereka sendiri. Setiap orang memiliki identitas gender. Untuk beberapa orang, identitas gender mereka sesuai dengan jenis kelamin yang ditetapkan saat mereka lahir, dan untuk lainnya, bisa jadi berbeda. Identitas gender bersifat ekspansif dan tidak perlu dibatasi dalam satu istilah yang disepakati bersama. Tidak ada satu otoritas pun yang menentukan batasan gender, kecuali individu yang bersangkutan.


Sedangkan, ekspresi gender mengacu pada cara-cara di mana seseorang memilih untuk mempresentasikan gender mereka kepada dunia di sekitar mereka. Hal ini dapat mencakup pakaian, tingkah laku, kata ganti, nama, dll. Namun, penting untuk dicatat bahwa identitas gender seseorang terkadang dapat memengaruhi ekspresi gender seseorang, tetapi ekspresi gender yang dirasakan seseorang tidak menentukan identitas gender mereka.


Beberapa istilah-istilah yang berkaitan dengan ekspresi gender, diantaranya:


a. Maskulin

Istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki ekspresi gender, baik melalui aspek gaya, penampilan, ciri fisik, tingkah laku, atau bahasa tubuh mereka, yang secara konstruksi sosial-budaya diasosiasikan dengan seorang laki-laki. Contohnya, seseorang yang maskulin itu potongan rambutnya pendek, memiliki kumis atau jenggot, dipanggil dengan “mas” atau bersuara lantang.


b. Feminin

Istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki ekspresi gender, baik melalui aspek gaya, penampilan, ciri fisik, tingkah laku, atau bahasa tubuh mereka yang secara konstruksi sosial-budaya diasosiasikan dengan seorang perempuan. Contohnya, seseorang yang feminin itu berbicara dengan halus, bermain boneka, atau memakai make-up.


c. Androgin

Istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki ekspresi gender, baik melalui aspek gaya, penampilan, ciri fisik, tingkah laku, atau bahasa tubuh mereka, yang menggabungkan feminin dan maskulin sekaligus.


d. Gender netral

Istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki ekspresi gender, baik melalui aspek gaya, penampilan, ciri fisik, tingkah laku, atau bahasa tubuh mereka, yang tidak mengarah konsep feminin ataupun maskulin.


e. Gender conforming

Istilah (yang sangat jarang digunakan) untuk menggambarkan seseorang yang memiliki ekspresi gender, baik melalui aspek gaya, penampilan, ciri fisik, tingkah laku, atau bahasa tubuh mereka, yang dianggap menunjukan atau sesuai dengan stereotip budaya atau sosial terkait dengan persepsi atau penetapan gender atau jenis kelamin orang tersebut.


f. Gender Non-conforming

Istilah untuk menggambarkan seseorang yang memiliki ekspresi gender, baik melalui aspek gaya, penampilan, ciri fisik, tingkah laku, atau bahasa tubuh mereka, yang dianggap tidak menunjukan atau berbeda dengan stereotip budaya atau sosial terkait dengan persepsi atau penetapan gender atau jenis kelamin orang tersebut.


Penting juga untuk dicatat bahwa ekspresi gender dipengaruhi oleh peran masyarakat dan stereotip sosial dan budaya, yang berarti bahwa mereka tidak statis dan dapat berubah dari waktu ke waktu.


Ekspresi gender dan bullying?


Kebanyakan di masyarakat kita, perilaku, pakaian, dan bahkan bahasa tubuh telah dikelompokan atas dasar konsep binerisme gender dan heteronormativitas. Jadi, ekspresi yang dikenal dan dianggap wajar hanyalah feminin atau maskulin. Hal ini dapat membatasi orang untuk mengekspresikan diri mereka dengan cara yang mereka inginkan karena takut akan reaksi negatif. Mereka yang mengekpresikan dirinya melewati batasan gender maskulin dan feminin kerap menghadapi bullying, baik dalam lingkaran pertemanan, keluarga hingga sekolah dan masyarakat luas. Selain itu, konsep ekspresi gender yang sangat sering disalahartikan dengan konsep identitas gender maupun orientasi seksual juga kerap mengakibatkan pemberian stigma buruk terhadap seseorang.


Beberapa artikel terkait korban bullying karena ekspresi gender seseorang:


Di Indonesia, ketika ada perempuan yang tidak tampil secara feminin, maka akan dilabeli 'tomboy' seakan-akan penampilannya yang berbeda mengurangi keutuhan identitas diri dia sebagai seorang perempuan. Begitu pun apabila laki-laki yang 'kemayu' atau tidak tampil maskulin maka identitas gendernya bahkan orientasi seksualnya juga akan dipertanyakan. Tidak jarang, label negatif tersebut masih diikuti dengan bullying baik secara verbal, atau lebih parah adanya kekerasan psikis maupun fisik. Padahal, menurut para ahli, salah satunya adalah Judith Butler, dalam bukunya "Gender Trouble", mengatakan bahwa ekspresi gender yang nampak diluar itu belum bisa menunjukan identitas gender seseorang ataupun orientasi seksualnya. Selain itu, Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia juga melarang adanya diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap seseorang dengan ekspresi gender apapun.


Disisi lain, sekarang penerimaan masyarakat terkait dengan ekspresi gender seseorang yang berbeda dengan stereotip di lingkungan sekitar, sudah mulai berkembang. Contohnya bisa dibaca di beberapa artikel berikut:

Apa yang bisa kita lakukan?


Jika seseorang yang kamu kenal memiliki ekspresi gender yang tidak sesuai dengan gagasan stereotip masyarakat Indonesia tentang bagaimana seseorang seharusnya berpenampilan, berpakaian, atau berperilaku, ada beberapa saran dari tim BRANI, nih.

  1. Ingatlah kalau perubahan dalam diri dan hidup seseorang itu selalu terjadi. Hal ini bisa juga mencakup keinginan seseorang untuk mengekspresikan dirinya. Kamu tidak perlu merasakan atau mengalami hal yang sama seperti mereka untuk menjadi teman yang suportif. Meraka tidak merugikan orang lain, kok!

  2. Tanyakan kepada setiap orang kata ganti apa yang mereka sukai: Jangan membuat asumsi berdasarkan penampilan atau perilaku mereka. Jika kamu memanggil seseorang dengan nama atau kata ganti yang salah, minta maaf dan gunakanlah kata ganti yang sesuai. Kamu juga bisa menggunakan kata ganti netral seperti “kak”.

  3. Jangan takut untuk mengatakan sesuatu jika kamu melihat atau mendengar seseorang diperlakukan tidak baik karena ekspresi gendernya. Semoga dengan demikian kebebasan kita untuk berekspresi semakin terjamin.

  4. Jika perlu, hubungi tim BRANI yang akan siap membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan kamu terkait hal-hal yang berhubungan dengan ekspresi gender atau jika dibutuhkan bantuan lainnya.



240 tampilan1 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page